ADAB ADAB UMRAH
Dengan mengetahui adab adab & persiapan optimal semaksimal mungkin, seorang hamba dapat menjalankan rangkaian umrah dengan sempurna. Ada beberapa hal penting dari adab seorang muslim untuk dipersiapkan dari perintah & larangan Allah agar ibadah umrah nya diterima disisi Allah subhaanahu wata’la diantaranya:
1. Menata hati agar berniat semata-mata beribadah kepada Allah, bukan mencari kepentingan duniawi.
2. Memohon pertolongan Allah Ta’ala dan bertawakal penuh kepadaNya, karena ibadah umrah ini tidak hanya mengandalkan kekuatan jasmani dan materi semata.
3. Mempelajari & memahami fiqh masalah umrah atau tata cara melaksanakan ibadah umroh sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi shallahu alaihi wasallam, dan hukum-hukum yang berhubungan dengan safar, seperti shalat jamak dan qashar, serta tayamum. tentunya hal ini dapat dibantu dengan panduan ustadz pembimbing atau buku panduan.
4. Bertaubat dari semua dosa yang pernah dilakukan dengan bertaubat nasuha [taubat yang sungguh sungguh] & memperbaiki hubungan dengan Allah.
5. Menggunakan harta yang halal untuk biaya umrahnya karena harta haram akan menghalangi diterimanya sebuah ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً
“Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik saja”
6. Menulis dan menitipkan wasiat kepada keluarganya yang ditinggalkannya, sebagaimana wasiat orang yang hendak meninggal dunia. Seperti: Masalah hutang piutang, saling memaafkan antar sesama, menunaikan hak-hak & kewajiban sesama dan melepaskan semua tanggung jawab kepada orang lain
7. Mempersiapkan bekal yang cukup, baik untuk diri sendiri, maupun untuk keluarga yang ditinggalkan atau menyerahkan urusan keluarga kepada kerabat yang tepercaya, agar saat menunaikan ibadah hatinya tenang dan hanya tertuju kepada Allah Ta’ala.
8. Memilih teman yang baik dan saleh, serta menghindari teman yang buruk atau malas beribadah Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
9. Berusaha keras menghindari maksiat dan pelanggaran, sebagian orang menganggap remeh dosa dosa kecil seperti melalaikan shalat, sengaja melanggar larangan ihram, menyakiti orang lain, melihat wanita yang bukan mahram nya, berbantahbantahan, membuka aurat, sibuk melakukan amalan yang tidak dianjurkan oleh syariat, dan sebagainya. Disebutkan dalam kitab Mathalib Ulin Nuha (2/385) :
“Kebaikan dan keburukan menjadi berlipatganda pada tempat mulia seperti Mekah, Madinah, Baitul Maqdis dan di masjid. Dan (berlipatganda pula) di waktu yang mulia seperti pada hari jum’at, bulan-bulan haram dan Ramadhan. Adapun pelipatgandaan kebaikan, maka ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan (di antara ulama) tentangnya. Adapun pelipatgandaan keburukan, maka sekelompok ulama menyatakan hal itu, mereka mengikuti (pendapat) Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud…. dan berkata sebagian ulama peneliti perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud dalam pelipatgandaan keburukan mereka hanyalah memaksudkannya sebagai (pelipatgandaan) kualitas dan bukan kuantitas”.
firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Al-An’aam:
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)” (Al-An’aam :160).
10. Bersungguh-sungguh dalam ibadah dan ketaatan.
Biasanya jamaah umrah Indonesia hanya mempunyai waktu 10 hari untuk menunaikan umrah dan ziarah. Idealnya selama waktu ini jamaah benar-benar terlepas dari aktivitas duniawi seperti banyak berbelanja oleh oleh, mencoba restoran sana & sini yang dapat melalaikan jamaah dari ibadah nya, Maka, sudah selayaknya waktu yang sangat terbatas ini benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin. masih banyak amal ibadah lain yang bisa dilakukan secara berkesinambungan, seperti membaca al-Qur’an, zikir, istigfar, shalat-shalat sunah, bersedekah, berdakwah, dan berdoa. Belum lagi amalan hati seperti ikhlas, taubat, tawakal, sabar, ridlha, takut pengagungan terhadap Allah dan syariatNya, dan lain-lain.
11. Istiqamah
Jika seorang jamaah berubah menjadi lebih baik dan saleh setelah kembali ke negeri asalnya. Ia mampu mempertahankan amal ibadah, kebajikan yang selama ini telah dilakukan & berhasil meningkatkannya sembari menjauhi segala bentuk maksiat, kemudian istiqamah di dalamnya maka ini adalah pertanda bahwa umrah nya diterima di sisi Allah subhaanahu wata’ala. Adapun dalil keutamaan orang yang istiqomah adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14).
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu (terus menerus) walaupun itu sedikit.”(HR. Muslim no. 783)
Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.